10 Maret 2009

Kehidupan Dunia

Oleh: Torro "Vanjava"

Sahabat Ali RA pernah berkata begini : “ Dunia ini seperti ular; lunak bila disentuh namun racunnya mematika.”. Itulah gambaran perumpamaan dunia bagaikan ular, maksud dari perkataan ,menurut saya bila kita sudah terlena dengan kehidupan duniaawi entah apapun bentuknya memang terasa nikmat, tapi ternayata diam-diam kenikmatan dunia yang membuat kita terlena sebetulnya itu bisa menghantarkan kita kepada kehancuran.
Harta, tahta dan wanita adalah 3 gambaran kenikmatan duniawi yang membuat manusia lupa segalanya bila tanpa control yaitu control keimanan. Dengan harta manusia bisa berfoya-foya dan menganggap bisa membeli segalanya, padahal kekayaan sebenarnya bukanlah kekayaan harta tapi kekayaan hati. Hal ini sebagaimana bunyi hadis Rasulullah SAW : “ Laisal ghina ‘an katsrotil ‘arodli walakinnal ghina ghina al-nafsi “ yang artinya bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta tapi kekayaan adalah kaya jiwa. Maksud dari kekayaan jiwa di sini adalah ketaatan dalam menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah SWT atau dalam istilah lain adalah TAKWA.
Orang yang bertakwa adalah orang yang memilki kekayaan jiwa yang sebenarnya. Alangkah bagusnya mungkin dia memilki kekayaan harta dan kekayaan jiwa, dengan hartanya dia bisa bersodaqoh, berinfaq dan berzakat serta membantu perjuangan atau dakwah Islam. Dan dengan kekayaan jiwanya dia bisa menegakkan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam kehidupan sehari-hari. Karena saya melihat nilai-nilai ajaran islam di tengah kemajuan zaman ini sepertinya semakin melemah. Saya mengatakan seperti ini berdasarkan fakta betapa kemaksiatan sudah merajalela dimana-mana, degradasi moral di kalangan remaja, kasus aborsi, narkoba dan sebagainya yang semuanya itu bila dibiarkan terus menerus, maka pertanyaan saya adalah dimana keimanan mereka?kenapa mereka bisa berbuat seperti itu?mau dikemanakan nilai-nilai agama bila sudah dikesampingkan?apakah kita mau menunggu azab Allah lagi?
Gambaran kehidupan dunia juga pernah dilontarkan oleh salah satu Imam mazhab yaitu Abu Hanifah yang mengatakan : “Dunia ibarat laut, kendatipun kau meminum habis airnya, kau tidak akan merasa puas.” Maksud dari perkataan itu adalah kenikmatan dunia bila kita selami dan terus kita cari memang tak ada habisnya. Walaupun manusia sudah memiliki kekayaan harta yang melimnpah, popularitasnya melangit, kekuasaan atau jabatan yang tinggi dan sebagainya. Bila tidak pandai bersyukur maka manusia tidak akan merasa puas sampai kapanpun. Kecuali hanya orang-orang yang memiliki keimanan dan dan ketakwaan yang sempurna yang bisa mengelola kekayaan duniawai sebaik-baiknya.
Sebelum Rasulullah, para sahabat dan ulama mengibaratkan tentang keehidupan dunia, Allah SWT di dalam Al-Qur’an telah terlebih dahulu berfirman “ Wa ma hadzihil hayatuddunya illa lahwun wa la’ib.” ( Tiadalah arti kehidupan dunia ini kecuali main-main dan permainan belaka). Rasulullah SAW pernah juga mengibaratakan dunia sebagai sawah ladangnya akhirat (Ad-dunya mazra’atul akhirah). Di dalam hadits Qudsi pun pernah dsitir begini : “ Wahai dunia, barangsiapa melayani-Ku, layanilah dia. Dan barangsiapa melayanimu, jadikanlah ia pelayanmu. (HR. Abdul haq)
Dari sekian perumpaman tentang kehidupan dunia yang digambarkan di atas marilah kita merenung, dengan merenung inilah semoga kita benar-benar dapat menjalani kehidupan dunia ini sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-rasul-Nya. Dunia ibarat laut, ibarat ular, dunia hanyalah permainan belaka, dunia adalah sawah ladangnya akhirat dan bila kita melayani dunia maka kita akan dijadikan pelayan dunia. Itulah yang seharusnya kita pahami dan renungkan serta kita aplikasikan dalam kehidupan dunia. Ingat! Kita hidup di dunia ini hanyalah sebentar ibarat kita sedang mampir di rumah orang lalu kita akan pulang lagi ke rumah kita.
Marilah kita manfaatkan sebaik-baiknya ketika hidup di dunia. Kita isi dengan segala sesuatu yang mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya bukan mudharat yang akan merusak kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. Saya tertarik dengan konsep hidup yang diajarkan oleh salah satu da’i kondang kita, yaitu Ustadz Muhammad Arifin Ilham, beliau pernah mengatakan :
“ Hidup bukan untuk hidup. Tapi hidup untuk Maha Hidup. Hidup bukan untuk mati. Tapi mati itulah untuk hidup. Mati bukan akhir tapi awal hidup yang sebenarnya. Jangan takut mati. Jangan cari mati tapi rindukan mati. Jangan lupa mati, karena mati adalah pintu berjumpa dengan Allah.”
Itulah konsep hidup yang seharusnya kita tanamkan sedalam-dalamnya pada diri kita masing-masing. Karena banyak manusia hidup yang orirntasinya bukan untuk Sang Maha Hidup, tapi justru untuk hanya kesenangan belaka, mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya,mencari popularitas yang membutakan mata hatinya, mencari kekuasan setinggi-tingginya tanpa peduli halal atau haram bahkan sampai menjual diri hanya untuk mempertahankan eksistensinya di alam dunia ini.
Karakter manusia yang seperti ini biasanya hubbud dunya wa karohiyatul maut artinya cinta dunia dan benci mati. Dia begitu cintanya terhadap kehidupan dunia, tapi ketika kenikmatan dunia mulai menggerogoti dirinya, dia justru mengalami ketakutan mati, mati di sini tidak hanya mati berpisah dari kehidupan dunia, tapi bisa diartikan mati jabatan/kekuasaan, mati kekayaaan, mati popularitas dan sebagainya. Padahal siapapun pasti akan mengalami yang namanya kematian :Kullu nafsin dzaaiqatul maut ( setiap yang bernyawa itu pasti akan mati ), tau Almautu babun wa kullu man dakhiluhu (Kematian itu ibarat pintu dan setiap orang akan memasukinya ). Patut direnungkan juga perkataan salah satu ulama sufi yaitu Sofyan Ats Tsauri, beliau mengatakan :
“Jika kamu takut kepada Allah, maka kamu tidak akan takut kepada manusia. Sedangkan jika kamu takut kepada manusia, mereka tidak akan dapat menyelamatkanmu dari azab Allah.”

Senada dengan Sofyan Ats Tsauri, maka dalam mengarungi kehidupan dunia ini kita harus memiliki Tauhid Lailahaillallah yang memiliki konsekwensi bagi unsure-unsur penting kehidupan, itulah sebagaimana dikatakan Muhammad Quthb, ulama dari mesir.
Selain Tauhid Lailahaillallah, perlu juga ditambahkan dengan pentingnya jihad, mengapa jihad? Karena jihad merupakan usaha yang sungguh-sungguh dalam mengatasi segala hal atau rintangan dalam mengarungi kehidupan dunia ini. Ibnu Qayyim al-Jauziyah membagi jihad ke dalam 4 tingkatan yaitu :
1. Jihad melawan hawa nafsu
2. Jihad melawan Syaithan
3. Jihad melawan orang-orang kafir dan munafik
4. Jihad melawan kezaliman dan bid’ah.
Empat jihad itulah yang harus kita lawan dengan segenap kemampuan kita. Jihad melawan hawa nafsu yang dimaksud di sini adalah hawa nafsu yang merusak, seperti mengumbar nafsu dengan lawan jenis tanpa ikatan pernikahan, nafsu keserakahan untuk meraih kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, sebagaimana ajaran sesat politiknya Machiavellli dalam bukunya “ The Prince”, yang salah satu isinya “kekerasan (violence), brutalitas dan kekejaman merupakan cara-cara yang sering kali diambil oleh penguasa. Ini dapat dilakukan kapan saja, asalkan tujuan yang dikejar bisa tercapai.”
Jihad melawan syaithan pun harus kita lakukan, karena sampai kapanpun dan dimanapun syaithan akan menggoda manusia sampai hari kiamat tujuannya agar manusia dapat mengikuti langkah-langkah setan. Begitu juga jihad melawan orang-orang kafir yang menindas kita. Hal ini bisa kita lihat di Palestina dan Irak, itulah gambaran kekejaman orang-orang kafir yang menindas saudara-saudara kita di sana, tentara Israel secara membabi buta telah membunuh saudara-saudara kita dan ribuan nyawa pun melayang di sana. Semoga Allah mengampuni saudara-saudara kita dan melaknat kekejaman Zionis Israel.
Melawan kezaliman pun patut kita upayakan semaksimal mungkin. Karena penguasa-penguasa sekarang baik di tingkat pusat maupun daerah terutama di Indonesia, telah banyak melakukan kezaliman structural, yaitu dengan melakukan korupsi secara berjama’ah. Uang hasil korupsi dihambur-hamburkan untuk berfoya-foya dan memperkaya diri padahal uang yang dia dapat adalah uang rakyat yang telah dirampas. Makanya ajaran penentangan terhadap kezaliman perlu kita tanamkan, karena Rasulullah SAW mengajarkan : “Qulil haqqo walau kana murron” artinya katakanlah yang haq/benar walaupun itu pahit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar